Minggu, 31 Juli 2016

Pertanyaan-pertanyaan

Sebelum engkau lahir, masih di dalam rahim, kedua orangtuamu bertanya sambil mengelus-ngelus perut sang ibu
“apa jenis kelaminmu?”
“mirip ayahnya atau ibunya?”
“normal atau tidak?” atau apalah

Tapi jauh sebelum dari itu malaikat bertanya kepada Allah tentang engkau
"…Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?..."

Pada saat engkau sudah terlahir, bisa berlari, pandai berbicara dan mulai mengenal dunia. Orang-orang akan bertanya
“siapa namamu?”
“sekolah dimana?”
“suka main apa?”
“cita-cita kamu apa?”

Dan ketika kamu harus menentukan mau kemana arah hidupmu. Orang-orang terus bertanya
“kuliah di mana?”
“jurusan apa?”
“semester berapa?”

Ketika engkau menyentuh angka 20an. Pertanyaan mulai menyesakkan.
“kapan wisuda?”
“kerja apa?”
“kerja di mana?”
“kapan nikah?”

Mungkin akan berlanjut…
“anak sudah berapa?”
“anak sekolah di mana?”
Daaan banyak pertanyaan lainnya.

Hingga akhirnya tak ada lagi orang yang bertanya tentang engkau. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Sampai saatnya sang malaikat yang bertanya…..
“Man Rabbuka? Siapa Tuhanmu?
“Man Nabiyyuka? Siapa Nabimu?
“Ma Dinuka? Apa agamamu?
“Man Imamuka? Siapa imammu?
“Aina Qiblatuka? Di mana kiblatmu?
“Man Ikhwanuka? Siapa saudaramu?

Minggu, 03 Juli 2016

Pulang

Pulang kampung atau mudik sudah menjadi tradisi yang polpuler di Indonesia. Setiap hari raya idul fitri orang-orang berbondong-bondong pulang ke kampong halaman. Setelah mencari keberuntungan di tanah rantau. Entah itu yang kuliah, kerja ataupun memang karena tugas. Kalau boleh saya bilang, tanah rantau adalah tanah perjuangan. Berjuang demi pendidikan, ekonomi bahkan agama.

Pulang ke kampung halaman. Bagi para perantau, pulang seperti halnya mencari kedamaian. Bertemu kembali rindu-rindu yang selama ini terhalang oleh ruang dimensi. Pulang bertemu dengan keluarga tercinta, sanak saudara dan teman seperjuangan dulu. Pulang dari kebisingan kota kembali desa. Pulang kembali ke tempat kita dilahirkan. Kembali menjadi bukan apa-apa. Karena pangkat, jabatan ataupun gelar tidak banyak berpengaruh di sana.

Kadang tidak jarang para perantau membawa bekal sangat banyak untuk sanak keluarga. Hingga berkoper-koper, tas-tas dan kantong bawaan yang bejubel. Memang menyedihkan ketika pulang tak membawa apa-apa. Tanpa membawa sedikitpun oleh-oleh. Seperti tidak membawa hasil apapun.

Pulanglah. Kampung halaman kita yang sebenarnya adalah kampung akhirat. Kesana kita akan kembali. Dunia hanyalah tempat singgah. Hanya sementara untuk mencari bekal. Memang menyedihkan ketika pulang tanpa bekal. Tanpa “oleh-oleh” untuk kembali. Kita memang perantau di dunia. Semoga kita pulang dengan keadaan yang sebaik-baiknya.